Setelah Ibu Kota, Kemenkes juga memberi restu penerapan PSBB ke sejumlah wilayah penyangga Jakarta seperti, Jawa Barat, yakni Bogor, Depok, Bekasi, Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten Bogor.
SELARIK.COM, JAKARTA - Kementerian Kesehatan akhirnya menyetujui permohonan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diajukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto meneken surat persetujuan PSBB itu pada Senin (6/4/2020) malam.
Tak sampai sepekan pasca-terbitnya restu dari Kemenkes, PSBB langsung diaplikasikan di Ibu Kota pada Jumat (10/4/2020). DKI Jakarta menjadi provinsi pertama yang menerapkan kebijakan PSBB dalam menghadapi pandemi Covid-19. Pelaksanaannya akan berlangsung selama dua pekan sejak diterapkan.
Berdasar Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB, ada sejumlah hal yang harus dilakukan pemda jika memberlakukan PSBB.
Pasal 13 menjelaskan, PSBB meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, hingga pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum. Termasuk kegiatan sosial dan budaya yang akan dibatasi. Tak hanya itu, moda transportasi juga akan mengalami pembatasan.
Setelah Ibu Kota, Kemenkes juga memberi restu penerapan PSBB ke sejumlah wilayah penyangga Jakarta seperti, Jawa Barat, yakni Bogor, Depok, Bekasi, Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten Bogor. Usai mengantongi izin tersebut, Pemprov Jabar akan mulai memberlakukan PSBB pada Rabu (15/4/2020).
Pelaksanaan PSBB di Jabar akan berbeda dengan Jakarta. Jabar akan melakukan PSBB maksimal. Gubernur Jabar Ridwan Kamil menjelaskan, PSBB maksimal artinya akan ada penutupan akses masuk dan keluar di wilayah tersebut dan pembatasan aktivitas perkantoran. Ini akan dilakukan di Kota Bekasi, Bogor, dan Depok.
Sementara Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Bogor akan menerapkan PSBB tingkat minimal hingga menengah. Sama seperti Jakarta, status PSBB di Jabar juga akan diterapkan selama 14 hari.
Lalu apa yang mungkin terjadi jika PSBB diterapkan?
Pandemi virus Corona tak hanya merenggut banyak nyawa, tetapi juga mengancam perekonomian dan mata pencaharian masyarakat. Roda ekonomi seakan terhenti setelah pemerintah menerapkan kebijakan PSBB guna mencegah meluasnya virus ini.
Masyarakat kelas bawah yang bekerja di sektor informal, seperti pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), pedagang dan tukang ojek, dan buruh pabrik menjadi kelompok yang terimbas kebijakan ini.
Kementerian Tenaga Kerja mencatat, per 6 April 2020, ada 130.456 pekerja yang dirumahkan atau terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) karena imbas dari virus Corona.
Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziah mengatakan, pekerja yang dirumahkan itu terdiri dari pekerja formal, informal, dan buruh. Yang tak kalah menegangkan adalah prediksi sejumlah kalangan tentang PSBB yang dapat menyebabkan sejumlah industri sekarat.
Apalagi banyak sektor sudah mengalami pelemahan permintaan sejak pandemi terjadi. Sektor yang paling parah terdampak adalah pariwisata, jasa angkutan orang, dan properti. Melemahnya sektor pariwisata diprediksi akan memberi efek domino ke UMKM.
Namun pemerintah tak tinggal diam dan berpangku tangan. Presiden Joko Widodo mengatakan, pemerintah telah menyiapkan program Jaring Pengaman Sosial. Pemerintah mengalokasikan Rp100 triliun lebih guna menanggulangi dampak pandemi. Ini dilakukan agar masyarakat dapat memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.
Sekiranya ada tujuh program yang dirancang pemerintah sebagai program jaring pengaman sosial, yaitu Program Keluarga Harapan (PKH), Padat Karya Tunai (PKT), Bantuan Langsung Tunai (BLT), Kartu Sembako, Kartu Prakerja, subsidi listrik untuk golongan tertentu, dan bantuan sosial khusus wilayah Jabodetabek.
Jokowi menyatakan, ada tiga hal yang harus ditekankan dalam pelaksanaan program jaring pengaman sosial. Pertama, harus tepat sasaran, dilaksanakan sesegera mungkin secara cepat dan tepat.
Yang terakhir, mekanisme penyaluran dilakukan seefisien mungkin serta menggunakan cara-cara praktis dan tidak menyulitkan masyarakat. (Admin)
COMMENTS